Andaikan malam ini kamu ada disini, aku ingin jalan-jalan berdua denganmu, hanya denganmu.
Namun kamu begitu jauh disana, jarak telah memisahkan kita.
kini, merindumu adalah hal yang sering ku rasakan.
SEPTI HAYANTI
Sabtu, 30 Maret 2013
Jumat, 29 Maret 2013
Assalamualaikum, wr. wb.
yang saya sayangi gurukudan yg saya sayangi teman-temanku semua
Sebelumnya
saya ucapkan terima kasih kepada panitia acara ... dalam rangka
menyambut hari tanpa tembakau sedunia yang jatuh pada tanggal 31 mei
setiap tahunya, yang telah memberikan waktu kepada saya untuk
menyampaikan pidato singkat ini dalam rangka mewujudkan hari bebas rokok
ini menjadi benar-benar bisa menjadi hari yang terbebas dari asap rokok
selamanya.
Rekan-rekan sekalian yang saya hormati,
Bukan
menjadi rahasia umum lagi dan tidak harus dupungkiri lagi kalau
dikalangan para perokok sebetulnya udah mengetahui ataupu merasakan
dampaknya dari bahaya merokok tersebut, namun mereka seolah menutup mata
dengan bermacam alasan, Padahal, asap rokok secara ilmiah sudah
terbukti menyebabkan setidaknya 25 jenis penyakit. Artinya, saat
berbagai negara — termasuk negara berkembang — memperketat peraturan
soal rokok untuk melindungi kesehatan rakyatnya, namun Indonesia justru
menjadi surga bagi industri rokok.
Rekan-rekan sekalian yang saya hormati,
Meskipun
udah banyak perda-perda yang dikeluarkan dan udah banyak peraturan dan
larangan yang telah diberlakukan, misalnya "Larangan Merokok Ditempat
Umum", tapi tidak sedikit pula atau banyak para perokok tidak mentaati
peraturan yang telah berlaku tersebut, oleh karena itu, kita sebagai
warga negara yang baik dan juga peduli akan kesehatan, marilah kita
wujudkan hidup sehat tanpa asap rokok diawali dari diri kita sendiri.
terima kasih sebelumnya.
Wasalamualaikum wr. wb.
Speech About Smoking Dangers to Your Health
Assalamualaikum, wr. wb. dear my teacher
and dear all my friends
Previously I would like to thank the event organizers ... in order to welcome the World No Tobacco Day which falls on 31 May every year, which has given me time to deliver a short speech in order to realize these days is becoming smoke-free can really be a day forever free from tobacco smoke.
Dear friends whom I respect,
Not a secret anymore and no longer have to dupungkiri that among the smokers actually know ataupu already felt the impact of the dangers of smoking, but they seemed to turn a blind eye with a variety of reasons, In fact, cigarette smoke has been scientifically proven to cause at least 25 types of disease. That is, when many countries - including developing countries - to tighten the rules about smoking to protect the health of its people, but Indonesia became a haven for cigarette industry.
Dear friends whom I respect,
Although many regulations already-issued regulations and already many rules and restrictions have been imposed, such as "Smoking ban in public places", but not a few or many smokers do not obey the rule that has prevailed is, therefore, we as citizens a good and also care about health, let us realize a healthy life without cigarette smoke begins from ourselves.
thanks in advance
Wasalamualaikum wr. wb.
The Occurrence
Of Lake Toba
In antiquity, there lived a young orphan farm in the North of Sumatra island. The area is extremely dry. Syahdan, the young man was living from farming and fishing. One day he is baiting a fish that is very beautiful. Golden yellow in colour. So he held, the fish turned into a beautiful Princess. The daughter is the woman who was condemned for violating a ban. He will turn into a first touch it. Therefore, the human touch, then he turns into a Princess.
Captivated by
her beauty, then ask the peasant youth the Princess to be his wife. The
proposal was accepted with the proviso that the young man will not tell its
origins derived from fish.Youth farm it undertakes such terms. After one year,
the spouses had a boy. He has a bad habit that is never full. He ate all the
food.
One day the boy
ate all the food from his parents. The young man was very jengkelnya said:
"the basic child descended from fish!"That statement in itself open a
secret from his wife.Thus the promise they have been violated.
His wife and son disappeared in the occult.
Their former footing menyemburlah Ditanah springs. The water that flows from
the fountain is the longer counting. And into a lake. The Lake was named Lake
Toba.
TERJEMAHANNYA DIBAWAH INI YA KAKAK
Terjadinya Danau Toba
Pada jaman dahulu, hiduplah seorang pemuda tani yatim piatu
di bagian utara pulau Sumatra. Daerah tersebut sangatlah kering. Syahdan,
pemuda itu hidup dari bertani dan memancing ikan. Pada suatu hari ia memancing
seekor ikan yang sangat indah. Warnanya kuning keemasan. Begitu dipegangnya,
ikan tersebut berubah menjadi seorang putri jelita. Putri itu adalah wanita
yang dikutuk karena melanggar suatu larangan. Ia akan berubah menjadi sejenis
mahluk yang pertama menyentuhnya. Oleh karena yang menyentuhnya manusia, maka
ia berubah menjadi seorang putri.
Terpesona oleh kecantikannya, maka pemuda tani tersebut
meminta sang putri untuk menjadi isterinya. Lamaran tersebut diterima dengan
syarat bahwa pemuda itu tidak akan menceritakan asal-usulnya yang berasal dari
ikan.Pemuda tani itu menyanggupi syarat tersebut. Setelah setahun, pasangan
suami istri tersebut dikarunia seorang anak laki-laki. Ia mempunyai kebiasaan
buruk yaitu tidak pernah kenyang. Ia makan semua makanan yang ada.
Pada suatu hari anak itu memakan semua makanan dari orang
tuanya. Pemuda itu sangat jengkelnya berkata: "dasar anak keturunan
ikan!"Pernyataan itu dengan sendirinya membuka rahasia dari
isterinya.Dengan demikian janji mereka telah dilanggar.
Istri dan anaknya menghilang secara gaib. Ditanah
bekas pijakan mereka menyemburlah mata air. Air yang mengalir dari mata air
tersebut makin lama makin besar. Dan menjadi sebuah danau yang sangat luas.
Danau itu kini bernama Danau Toba
Rabu, 27 Maret 2013
Galau Menyelimuti Tugas Akhirku
Sulit rasanya akan semua ini, bnyak hal yang mesti aq perbuat.
Mulai dari kuliah atas perbaikan nilaiku serta percaharian judul atas proposal qu.
Terkadang aq sering mengeluh, aq merasa kesal dengan semua ini.
Namun bila aq teringat dengan ayah & ibu, semangat qu pun muncul kembali.
hm....
Smua memang butuh perjuangan, aq lakukan ini smua semata-mata demi untuk membahagiakan mreka yang ku sayang.
Yah, Bu..
Ternyata untuk menyandang gelar S1 itu tidak lah mudah, namun aq berada dsini karna kalian, aq ingin membuat kalian bangga, wlau terkadang aku lelah dengan smua ini.
love mom & dad
Mulai dari kuliah atas perbaikan nilaiku serta percaharian judul atas proposal qu.
Terkadang aq sering mengeluh, aq merasa kesal dengan semua ini.
Namun bila aq teringat dengan ayah & ibu, semangat qu pun muncul kembali.
hm....
Smua memang butuh perjuangan, aq lakukan ini smua semata-mata demi untuk membahagiakan mreka yang ku sayang.
Yah, Bu..
Ternyata untuk menyandang gelar S1 itu tidak lah mudah, namun aq berada dsini karna kalian, aq ingin membuat kalian bangga, wlau terkadang aku lelah dengan smua ini.
love mom & dad
Jumat, 23 November 2012
Aku dan Sesuatu Baruku
Indah bila bisa mengenalnya, sakit bila harus jauh dari perhariannya, galau ketika tak ada kabar darinya.
Aku suka dengan pertemuan ini.
Cukup lama sudah masa singelku, berakhir pula kesindirian ku dalam kesepian.
kini aku tlah menemukan mu, menemukan pria yang bisa membuatku jauh kebih nyaman dari sebelumnya.
Banyak canda tawa yang kau torehkan bersamaku, aku suka akan dirimu, aku jatuh cinta.
14 November 2012
Aku suka dengan pertemuan ini.
Cukup lama sudah masa singelku, berakhir pula kesindirian ku dalam kesepian.
kini aku tlah menemukan mu, menemukan pria yang bisa membuatku jauh kebih nyaman dari sebelumnya.
Banyak canda tawa yang kau torehkan bersamaku, aku suka akan dirimu, aku jatuh cinta.
14 November 2012
Kamis, 05 April 2012
HADIRMU ADALAH KETERKEJUTANKU
Oleh NN
Sebagai pihak yang memutuskan memang aku tidak tahu bagaimana rasanya berada di pihak yang diputuskan; bagaimana rasanya ingin selalu tetap bersama orang yang disayangi; bagaimana rasa sakitnya menerima keputusan dari orang yang disayang. Kuakui saat itu memang egois. Sebenarnya diriku sendiri jauh dari kata ‘sempurna’ seperti orang-orang yang memang mendapatkan predikat itu. Sempurna yang aku maksud di sini adalah aku dengan lingkungan sosialku; aku dengan kegiatan perkuliahanku; aku dengan segala aktivitasku; aku dengan adrenalin yang memompaku untuk terus menerus bergerak. Aku yang cukup mandiri dan tak mau ditentang; aku yang selalu benar dan tidak mau disanggah. Tak ayal kehidupanku dengan lawan jenis pun juga sedang gencar-gencarnya. Keakuan dan darah mudaku. Ya itulah aku. Tapi itu dulu sebelum bertemu seseorang yang mengajarkanku tentang kehidupan yang sebenarnya. Perubahan drastis yang benar-benar berbeda antara aku dulu dan sekarang. Satu kalimat bijak yang selalu kuyakini,
“Suatu akhir merupakan sebuah awal perjalanan baru”.
Aku cukup ingat bagaimana kita berkenalan, mungkin bisa dikatakan agak sedikit aneh. Perkenalan itu terjadi melalui pesan singkat yang masuk di kotak masuk telepon selulerku (ponsel). Tanpa basa basi kamu langsung mengajakku berkenalan dengan menyebutkan nama, umur dan tempat tinggalmu. Hanya keterkejutan yang aku dapatkan. Keterkejutan itu diantaranya adalah pertanyaan-pertanyaan tentang kamu dapat dan tahu dari mana nomor ponselku, karena selama aku punya ponsel beserta nomornya, aku tidak pernah menggunakan untuk hal-hal yang kuanggap norak atau kampungan seperti kenalan. Keterkejutan yang dibarengi dengan keanehan. Tapi sudahlah, seandainya saat itu aku tidak menanggapimu, aku tidak akan benar-benar bisa belajar tentang arti hidup sebenarnya; tentang kehidupan cinta khususnya.
Perkenalan dan keanehan pun berlanjut, hingga akhirnya kamu intens menghubungiku dan juga sebaliknya. Dengan kesadaran tinggi bahwa perkenalan kita yang cukup aneh tapi tetap saja komunikasi dilakukan. Kita yang berbeda hampir 12 tahun dari usia masing-masing pun tidak jadi penghalang dalam komunikasi, karena memang bukan itu alasanku untuk mempunyai banyak teman. Kamu yang begitu mempunyai wawasan luas; kamu yang tidak membosankan ketika berdiskusi; kamu yang menyenangkan dalam batasan candamu. Kamu yang bisa mengontrolku tanpa harus mengekang; kamu yang bisa diandalkan dalam menyelesaikan masalah dan memberikan solusi melalui beberapa pilihan tanpa memaksakan kehendak. Kamu yang selalu bisa membuatku terkagum-kagum dengan pembawaan apa adanya. Aku seakan menajadi salah satu fans berat kamu saat itu.
Semua hanya masalah waktu. Tibalah saat itu, untuk pertama kalinya kita bertemu. Janji temu yang dilakukan ditempatmu, daerah Jakarta Selatan bersebrangan dengan Taman Makam Pahlawan. Rumah dengan beberapa kamar kost, satu dapur dan halaman yang agak luas, cukup untuk memarkir beberapa kendaraan di sana. Kostanmu dengan kamarnya berukuran 5 x 6 meter dan dilengkapi tempat tidur yang cukup untuk satu orang serta televisi 14 inch, kipas angin, sebuah kulkas, lemari pakaian dan beberapa perlengkapan lainnya. Untuk pertama kalinya juga aku melihat penampakanmu yang menjemputku tepat dimana kita janjian untuk bertemu di depan Taman Makam Pahlawan. Kamu yang saat itu hanya mengenakan kaos dalaman putih dan bercelana pendek dengan postur tubuh yang lebih tinggi sedikit dari aku, berkulit putih bila dibandingkan denganku, berperawakan tegas dan terlihat santun. Sejjurnya saat itu juga yang ada dibenakku adalah apa yang aku lakukan hingga bisa mendatangi dan menyetujui janji temu ini? Pikiran bodoh yang selalu timbul di saat-saat terkahir setelah kejadian.
Perasaanku saat bertemu dengan kamu bagaikan seorang peserta yang sedang mengikuti acara disalah satu televise dimana peserta diminta untuk membuktikan apakah terdapat makhluk lain selain manusia di sebuah tempat menyeramkan dan hanya ditemani sebuah lilin. Iya, seperti itulah perasaanku. Asing karena berada di tempat kamu, ketar ketir karena mungkin saja aku berkenalan dengan seorang psikopat. Namun dilain hal niat baikkulah yang menenangkanku dan biasanya memang benar, apa yang kita niatkan di awal tentang kebaikan maka akan berakhir baik pula.
Lucu sekali bila kuingat momen pertemuan itu. Semua cara dan pembawaanmu yang tidak jauh berbeda seperti saat di telepon atau pesan singkat. Sejam, dua jam hingga aku tersadar matahari pun sudah mulai akan berpamitan kepada dunia. Kebersamaanku denganmu pun harus disudahi. Apakah aku mulai nyaman berada deketmu? Sampai sanggup berlama-lama dan tak sadar akan waktu. Atau mungkin waktu yang terlalu berjalan sangat cepat? Sampai-sampai aku tak sempat merasakan detiknya.
Baru saja kuberdiri untuk berpamitan, tiba-tiba tanganku menyambar tanganku dan mata kita sudah bertatapan tajam satu sama lain. Lalu dengan nada suara yang serius kamu mulai berkata, “Dari awal kita berkenalan dengan ketidaksopananku dan di sana ada proses aku mengenalmu aku merasakan hal yang berbeda yang aku sendiri sulit untuk menjelaskannya, entah apa itu, saat ini mungkin adalah waktu yang tepat bahwaku benar-benar sayang kamu dan aku mau jadi lelakimu untuk menjalani hubungan yang lebih serius. Kamu mau terima aku?”. Layaknya seseorang yang sedang ditantang untuk menaiki bungy jumping. Jantung kamu terpacu kencang mulai dari saat menaiki kereta (lift) menuju ke atas untuk sampai di tempat yang tingginya hampir 200 meter dari tanah dan petualangan tidak berhenti di situ. Setelah sampai di atas kamu akan di ikat kakinya dengan pegas berukuran besar dan lompatlah kamu. Itulah yang dapat aku gambarkan ketika menerima ucapannya. Ucapan yang tidak pernah ada dalam pikiranku bahkan tidak pernah kuprediksikan sebelumnya. Dan aku hanya meresponya, “Beri aku waktu untuk menjawab. Aku janji secepatnya aku akan kabari kamu.” Kemudian kamu pun mengantar dan menungguiku sampai naik angkutan umum dengan nomor yang sama yang membawaku ke tempatmu tadi.
Dua hari, iya, dua hari cukup bagiku untuk memastikan tentang perasaanku padamu. Aku semangat sekali hari itu. Dan kamu pun tak henti-hentinya menjalan komunikasi yang lebih intens lagi dari sebelumnya, mulai dari kemarin lusa pada saat di jalan menuju rumah hingga sampai di rumah. Serta seharian lalu. Menyenangkan rasanya. Aku meminta kamu untuk dating ke rumahku. Rumahku yang letaknya di Tangerang dekat dengan Sekolah Tinggi Adminitrasi Negara; rumahku yang ditinggali orang-orang tersayang dan mungkin saja kamu akan menjadi bagian dari orang-orang tersayang itu. Itu cuma kemungkinan kecil saja. Mendekati waktu isya, kamu sudah sampai dirumahku; bertamu. Aku sudah bisa mengetahui apa yang kamu rasakan saat itu. Persis seperti saat aku pertama kali dating ketempatmu. Luar biasa deg-degan bukan?
Satu persatu kuperkenalkan anggota keluargaku. Sehauh yang kulihat tanggapan mereka positif mengenaimu. Sejauh itu pula aku melihat bentuk mukamu yang gelisah dan tak sabar untuk tahu tentang jawabanku atas pertanyaanmu kemarin lusa. Waktu bertamu pun usai. Kamu makin kelihatan putus asa dan tak bersemangat. Pembicaraan seperti terpaksa. Di penghujung malam itu aku sembari menemanimu yang pamit pulang kuantar hingga depan pagar rumah. Dan sebelum kamu mengucapkan sesuatu, yang mungkin ucapan untuk berpamitan pulang, aku secara reflex menggapai tanganmu seperti yang kamu lakukan dulu, lalu.. “Aku mau kamu menjadi lelakiku. Aku mau kit apunya hubungan yang serius. Hanya aku dan kamu.”. Kamu tahu? Rona wajahmu langsung berubah mirip orang yang mendapatkan hadiah lotere dengan kesetiaan menunggu yang luar biasa. Tidak dapat dipungkiri bahwaku juga merasakan hal yang sama. Lalu dengan rasa sayang dan lembut kecupan bibirmu sudah ada di keningku. Dan malam itu akan menjadi malam yang bersejarah yang selalu akan kita ingat ditemani dengan cerahnya bulan dan bintang serta sebuah saksi bisu yaitu pagar rumahku. Keyakinan akan tertidur lelap dan bermimpi tentang kita sudah dapat dipastikan akan terjadi.
Hari demi hari. Bulan demi bulan. Tak terasa sudah hamper dua tahun kita menjalani hubungan ini. Tahun pertama di hari jadi kita, kamu menghadiahi aku sebuah kamera digital dan foto kita saat kencan pertama di sebuah restoran yang secara diam-diam entah siapa yang mengambil gambar itu. Tahun kedua kamu memberikan kejutan lain, kamu memberikan sepasang cicin yang di dalam lingkarannya terdapat inisial aku dan kamu. Dengan tulus kamu mengatakan bahwa ingin mempunyai hubungan ke tahap selanjutnya yang lebih serius. Kamu selalu punya cara meberikan kejutan-kejutan dalam hubungan ini. Kespontanitasan kamu yang membuatku menilai bahwa ku tak pernah salah menerimamu sebagai lelakiku saat itu.
Kedekatanmu dengan keluargaku semakin membulatkan keyakinanku bahwa kamulah orangnya. Kamu yang tanpa kuketahui ternyata punya keahlian memasak ketika kumain ke kostanmu. Itu membuatku terkejut. Kamu yang tiba-tiba dating ke tempat perkuliahanku hanya untuk makan siang bersama-sama. Itu membuatku terkejut. Kamu yang ketika itu mengetahui aku kurang sehat dengan rela menemani dan setia merawatku meskipun aku pasti akan sehat lagi. Itu membuatku terkejut. Kamu yang ternyata juga banyak kesamaan dalam hal musik, tontonan dan tak pernah mengeluh ketika ku ajak belanja-belanja. Sampai-sampai kita punya lagu untuk kita. Segalanya tetap membuatku terkejut.
Luar bisanya kesabaran yang kamu punya dalam menanganiku adalah hal terbesar mengapa aku di sini bersamamu; mengapa hubungan ini tetap bertahan. Ada kamu, aku ada. Mirip salah satu judul film Indonesia. Tapi memang benar adanya. Aku mungkin bukan siapa-siapa tanpa kamu; aku mungkin tidak akan menemukan jati diri tanpa kamu.
Banyak hal sudah kita lalui selama dua tahun hubungan yang kita jalin. Sekarang memasuki tahun ketiga aku masih tak punya ide apa yang kamu lakukan di hari jadi kita nanti. Impianku hanya satu dan tidak terlalu muluk. Aku ingin kamu terus ada disampingku dan terus menjadi lelakiku yang apa adanya kukenal awal lalu. Dan semoga hubungan yang kita jalin ini selalu dberkahi. Itu saja tidak lebih.
Terlalu banyak makna cinta dari tokoh-tokoh terkenal atau bahkan orang-orang awa, dengan versinya masing-masing. Sedangkan aku sendiri punya makna tentang cinta dari dulu hingga sekarang. Cinta adalah ‘saling’. Makna yang menggantung dan plural. Makna yang aku berikan pada cinta tidak melulu tentang hal-hal positif. ‘Saling’ disini adalah saling mengerti, slaing dukung, saling menghargai, saling percaya, saling sayang, saling melindungi, saling kecewa, saling berbohong, slaing menyakiti dan masih banyak lagi lainnya. Terlepas dari itu semua, aku hanya inginkan kamu di hidupku dan terus mengajariku tentang banyak hal.
DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2011/11/cerpen-romantis-hadirmu-adalah.html#ixzz1rArOHFkK
SURAT DALAM HUJAN
Cerpen Rohyati Sofyan Dimuat di Suara Karya 11/16/2008
Cerpen Rohyati Sofyan Dimuat di Suara Karya 11/16/2008
HUJAN. Selalu demikian di bulan Nopember ini. Hujan benar-benar mewarnai hari. Sore. Ya, pukul empat lebih, hujan seperti pantulan manik-manik kaca menderas seketika dengan anggunnya. Aku menyesal, sumur di luar pasti akan keruh lagi airnya, mestinya diberi atap nanti. Hujan. Aku duduk di sini, dekat jendela kaca memerhatikan curahan air yang mengguyur serentak dari udara. Seperti apakah bunyinya? Di atas atap, di dedaunan, di tanah becek, bahkan di kolam ikan yang berderet nun di luar? Aku tak tahu. Sunyi. Kecuali gelegar petir yang menghantam bumi. Ya, hanya itu yang kurasakan. Aku ingat kamu. Aku suka hujan, aku suka suasananya yang begitu kontemplatif. Kurasakan ekstase tertentu jika hujan. Memberiku inspirasi untuk menulis puisi. Bahkan juga menulis surat untukmu dalam suasana hujan kupikir cukup romantis, meski isinya terkadang bernada humor yang ironis. Aku rindu suratmu. Yang selalu hangat dan menggembirakan, simpel dan terkadang menggetarkan. Namun mungkin kamu sudah kecewa dengan kenyataan yang kuungkapkan dalam suratku yang barusan kukirimkan.
Mungkin kamu kebingungan dan terpaksa bertanya pada orang yang kebetulan pernah bertemu denganku, entah Mas Herwan FR atau Agus Kresna, meski ada yang merasa tak berhak untuk mengatakan apa-apa karena aku sudah memintanya agar jangan dulu mengabarkan kehadiranku pada orang-orang untuk suatu alasan. Dan rentetan kemungkinan lainnya mengendap dalam benakku. Namun aku harap kamu benar-benar cukup dewasa untuk menerima realita dalam hidup yang penuh ketakterdugaan. Aku kesepian. Apa yang kulakukan.
Duduk di kursi sembari mengangkat kaki, dan di rumah hanya ada aku sendiri. Aku membayangkan kamu. Sosok yang tak pernah kutemui. Hanya foto yang kamu kirimkan melengkapi imajinasi: seorang lelaki gondrong yang menarik, dan merasa dirinya secara psikologis sudah dewasa dalam usia 23 tahun. Heran, di luar belasan burung entah apa namanya berseliweran dalam guyuran hujan begini, apa yang mereka cari? Barangkali kamu lebih tahu ekologi dan mau berteori? Aku kedinginan. Aliran listrik padam. Barangkali segelas teh manis panas bisa menghangatkan tubuhku.
Apakah di Bandung saat ini sedang hujan juga, dan kamu tengah bagaimana? Mengisap A Mild ditemani secangkir kopi panas? Menulis puisi, cerpen, esai, surat, atau tugas mata kuliah? Di kampus, di rumah, atau di suatu tempat entah? Membaca diktat, buku tertentu, karya sastra, atau komik? Di depan monitor komputer, mengobrol, atau nonton TV? Mendengarkan The Doors atau Ebiet G. Ade? Tidur atau makan? Salat Asar atau menggigil kehujanan? Atau mengguyur badan di kamar mandi? Atau tak melakukan apa-apa sama sekali? Cuma Tuhan yang tahu. Relasi yang aneh, katamu, karena lewat surat. Lalu kamu menyuruhku belajar internet biar bisa bikin e-mail dan tak perlu ke perpustakaan konvensional. Dan kamu janji akan mengajariku jika nanti bertemu. Bertemu. Aku juga ingin bertemu kamu. Namun untuk apa? Adakah makna dari pertemuan itu? Kubayangkan kamu sebagai Indra, temanku, yang membagi dunia lewat tangannya. Namun apa kamu bisa bahasa isyarat sederhana cara abjad? Kamu kecewa karena aku tuli? Apakah dalam surat pertamaku aku harus memberitahu siapa diriku secara mendetail? Aku telah mengambil risiko. Begitu pun kamu. Risiko untuk merelasi diri dan berinteraksi dengan orang asing.
Sebuah silaturahmi yang kumulai, haruskah berakhir sia-sia? Aku berusaha menerima diriku sebagaimana adanya dan menjadi orang biasa, meski aku tahu orang-orang di sekitarku kecewa. Keluarga, teman-teman, sahabat dekat, sampai siapa saja yang memang merasa harus kecewa. Bertahun-tahun, ada belasan tahun mungkin, sejak usiaku 16 tahun sampai 25 tahun, kujalani hari dengan sunyi, sebuah dunia tanpa bunyi-bunyi. Bisakah kamu bayangkan? Ah, aku tak akan bisa mendengar permainan harmonikamu, lalu membandingkannya dengan permainan harmonika abangku. Atau denting gitarmu dengan Eric Clapton. Atau bagaimana suatu melodi tercipta dari puisi.
Aku juga tak akan tahu warna suaramu saat memusikalisasikan puisi, berdeklamasi, menyanyi, tadarus, berperan dalam lakon teater, atau bicara biasa saja. Kamu masih ingat, dalam salah satu suratmu, kamu menulis: Setting: Kamar, 141000 - 21.20 WIB, Dewa 19 - Terbaik-terbaik. Gurun yang baik. Barangkali sekaranglah saatnya! Lalu kamu membiarkan selembar halaman kertas itu kosong. Aku mengerti artinya, kamu ingin aku memutar lagu tersebut, dan membiarkan Terbaik-terbaik bicara. Sesuatu yang tengah menggambarkan suasana hatimu saat itu? Sayang, aku tak bisa melakukannya. Kata teman-teman, lagu itu tentang cinta dan persahabatan. Kurasa aku harus bertanya pada Rie, Indra, atau Nana; apa ada yang punya teksnya? Ironis, bukan? Tampaknya kamu senang menulis dengan diiringi musik. Aku iri padamu. Karena aku ingin tahu juga seperti apa indahnya musik klasik itu, entah Mozart yang kata Indra melankolis; atau Chopin di masa silam, gumam Cecep Syamsul Hari dalam puisi Meja Kayu yang kembali muram-surealis, menulis lagu pedih tentang hujan2; atau tahu di mana letak jeniusnya Beethoven yang mencipta komposisi meski tuli; dan bisa mengerti mengapa ayahku sangat menyukai musik klasik selain country. Aku rindu bunyi gamelan, dan ingin kembali belajar menari. Entah jaipong Jugala, tari klasik Jawa, atau mungkin sendratari seperti yang sering kusaksikan di TVRI waktu kecil dulu. Aku ingin berperan sebagai Drupadi atau Srikandi, perpaduan antara kelembutan dan keperkasaan. Kamu lebih suka karakter Bima? Aku suka karakter Yudistira, ia satu-satunya yang (hampir) berhasil mencapai puncak Mahameru sementara saudara-saudaranya satu per satu berguguran. Kamu tahu artinya, kan? Aku lupa penggalan kisah ini dari komik wayang R.A. Kosasih atau majalah Ananda -- yang pernah kita baca waktu kanak-kanak dulu, meski mungkin dalam dimensi yang berbeda. Sudahlah, setidaknya aku bisa tahu minatmu, dan kamu tahu minatku.
Aku tak tahu banyak tentang musik, padahal kamu pasti asyik sendiri dengan The Corrs, Dewa, Kubik, Jim Morrison, bahkan juga Jimi Hendrix. Mengapa sih dalam cerpenmu yang barusan dimuat koran, kamu menulis soal Jimi Hendrix dan Jim Morrison? Itu mengingatkanku pada Abuy teman SMU-ku yang sangat mengidolakan mereka dan senang cerita soal itu padaku, seolah merekalah yang bisa meluapkan kegelisahan terpendamnya yang liar menuju muara kebebasan. Lucu, adakah orang tuli yang begitu besar rasa ingin tahunya tentang sesuatu yang tak mungkin bisa dirasakan. Katakan aku aneh. Aku memang orang aneh. Namun aku juga berharap bisa tahu lebih banyak tentang Iqbal, Rumi, Camus, Dylan, Gibran, Cummings, Malna, sampai Rendra. Ya, itu jika kita bertemu. Mungkinkah itu? Tempias hujan tidak deras lagi, namun kesedihan itu masih menghantam ruang terdalam. Aku butuh kawan. Kamukah orangnya? Tidak, kamu mungkin sudah berharap agar aku jadi seseorang yang ke lima setelah kamu kecewa dengan sekian perempuan yang masuk dalam hidupmu, meski itu terlalu dini karena kita baru tiga kali saling menyurati. Semudah itukah hatimu terpaut, atau kamu cuma ingin mengujiku? Tidak. Aku tak berharap apa-apa darimu. Aku hanya ingin jadi kawanmu. Kawan biasa. Bukan pacar. Meski aku juga ingin punya pacar, sebagaimana perempuan kebanyakan. Seseorang yang membuatku jatuh cinta sungguhan. Seseorang yang mencintaiku apa adanya. Seseorang di mana bisa berbagi dunia. Naifkah? Hujan. Aku kembali memandang ke luar jendela kaca.
Di sana gunung begitu dekat dengan latar pepohonan seperti hamparan permadani hijau kebiruan, dan kabut yang mengental; terasa beku dalam pelukan kegaiban-Nya. Ya Tuhan, barusan kulihat kilatan petir membelah langit desa di sebelah utara. Subhanallah, indah sekali bentuknya; kilatan warna perak yang abstrak dengan latar kelabu. Aku membayangkan bagaimana seandainya jika petir tiba-tiba menghajarku. Sudahlah, mungkin lebih baik aku membayangkan diriku sebagai Walter Spies atau Alain Compost; akan kuabadikan keindahan panorama hujan. Tidak. Aku bukan mereka. Aku cuma punya kata-kata. Bukan kuas atau kamera. Namun kata-kata yang berhamburan dari mulutku pasti tak akan kamu mengerti sepenuhnya jika kita berbicara. Kamu akan membutuhkan waktu untuk mengenali warna suaraku yang kacau intonasinya, seperti teman-teman dekatku. Mungkin cukup lama. Apakah kita akan bertemu dan bicara seolah kawan lama dengan akrabnya? Atau kaku lalu merasa sia-sia? Aku bukan May Ziadah, Elizabeth Whitcomb, Mabel Hubbard-Graham Bell, Marlee Matlin, atau Jane Mawar.
DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2011/11/cerpen-romantis-surat-dalam-hujan.html#ixzz1rAkhZp9E
Langganan:
Postingan (Atom)