Kamis, 05 April 2012


HADIRMU ADALAH KETERKEJUTANKU
Oleh NN

Awal aku berkenalan denganmu saat itu aku sedang memasuki tahun kedua dan baru saja beberapa bulan putus dari mantan pacarku yang – kalau tidak salah ingat – hanya berumur empat bulan. Dengan alasan yang sepele dan tidak logis aku memutuskan hubungan itu. Entahlah, mungkin saat itu aku sedang mangkat-mangkatnya dengan segala kesempurnaan yang aku punya sehingga meremehkan hubungan yang ada.


Sebagai pihak yang memutuskan memang aku tidak tahu bagaimana rasanya berada di pihak yang diputuskan; bagaimana rasanya ingin selalu tetap bersama orang yang disayangi; bagaimana rasa sakitnya menerima keputusan dari orang yang disayang. Kuakui saat itu memang egois. Sebenarnya diriku sendiri jauh dari kata ‘sempurna’ seperti orang-orang yang memang mendapatkan predikat itu. Sempurna yang aku maksud di sini adalah aku dengan lingkungan sosialku; aku dengan kegiatan perkuliahanku; aku dengan segala aktivitasku; aku dengan adrenalin yang memompaku untuk terus menerus bergerak. Aku yang cukup mandiri dan tak mau ditentang; aku yang selalu benar dan tidak mau disanggah. Tak ayal kehidupanku dengan lawan jenis pun juga sedang gencar-gencarnya. Keakuan dan darah mudaku. Ya itulah aku. Tapi itu dulu sebelum bertemu seseorang yang mengajarkanku tentang kehidupan yang sebenarnya. Perubahan drastis yang benar-benar berbeda antara aku dulu dan sekarang. Satu kalimat bijak yang selalu kuyakini,
“Suatu akhir merupakan sebuah awal perjalanan baru”.


Aku cukup ingat bagaimana kita berkenalan, mungkin bisa dikatakan agak sedikit aneh. Perkenalan itu terjadi melalui pesan singkat yang masuk di kotak masuk telepon selulerku (ponsel). Tanpa basa basi kamu langsung mengajakku berkenalan dengan menyebutkan nama, umur dan tempat tinggalmu. Hanya keterkejutan yang aku dapatkan. Keterkejutan itu diantaranya adalah pertanyaan-pertanyaan tentang kamu dapat dan tahu dari mana nomor ponselku, karena selama aku punya ponsel beserta nomornya, aku tidak pernah menggunakan untuk hal-hal yang kuanggap norak atau kampungan seperti kenalan. Keterkejutan yang dibarengi dengan keanehan. Tapi sudahlah, seandainya saat itu aku tidak menanggapimu, aku tidak akan benar-benar bisa belajar tentang arti hidup sebenarnya; tentang kehidupan cinta khususnya.


Perkenalan dan keanehan pun berlanjut, hingga akhirnya kamu intens menghubungiku dan juga sebaliknya. Dengan kesadaran tinggi bahwa perkenalan kita yang cukup aneh tapi tetap saja komunikasi dilakukan. Kita yang berbeda hampir 12 tahun dari usia masing-masing pun tidak jadi penghalang dalam komunikasi, karena memang bukan itu alasanku untuk mempunyai banyak teman. Kamu yang begitu mempunyai wawasan luas; kamu yang tidak membosankan ketika berdiskusi; kamu yang menyenangkan dalam batasan candamu. Kamu yang bisa mengontrolku tanpa harus mengekang; kamu yang bisa diandalkan dalam menyelesaikan masalah dan memberikan solusi melalui beberapa pilihan tanpa memaksakan kehendak. Kamu yang selalu bisa membuatku terkagum-kagum dengan pembawaan apa adanya. Aku seakan menajadi salah satu fans berat kamu saat itu.


Semua hanya masalah waktu. Tibalah saat itu, untuk pertama kalinya kita bertemu. Janji temu yang dilakukan ditempatmu, daerah Jakarta Selatan bersebrangan dengan Taman Makam Pahlawan. Rumah dengan beberapa kamar kost, satu dapur dan halaman yang agak luas, cukup untuk memarkir beberapa kendaraan di sana. Kostanmu dengan kamarnya berukuran 5 x 6 meter dan dilengkapi tempat tidur yang cukup untuk satu orang serta televisi 14 inch, kipas angin, sebuah kulkas, lemari pakaian dan beberapa perlengkapan lainnya. Untuk pertama kalinya juga aku melihat penampakanmu yang menjemputku tepat dimana kita janjian untuk bertemu di depan Taman Makam Pahlawan. Kamu yang saat itu hanya mengenakan kaos dalaman putih dan bercelana pendek dengan postur tubuh yang lebih tinggi sedikit dari aku, berkulit putih bila dibandingkan denganku, berperawakan tegas dan terlihat santun. Sejjurnya saat itu juga yang ada dibenakku adalah apa yang aku lakukan hingga bisa mendatangi dan menyetujui janji temu ini? Pikiran bodoh yang selalu timbul di saat-saat terkahir setelah kejadian.


Perasaanku saat bertemu dengan kamu bagaikan seorang peserta yang sedang mengikuti acara disalah satu televise dimana peserta diminta untuk membuktikan apakah terdapat makhluk lain selain manusia di sebuah tempat menyeramkan dan hanya ditemani sebuah lilin. Iya, seperti itulah perasaanku. Asing karena berada di tempat kamu, ketar ketir karena mungkin saja aku berkenalan dengan seorang psikopat. Namun dilain hal niat baikkulah yang menenangkanku dan biasanya memang benar, apa yang kita niatkan di awal tentang kebaikan maka akan berakhir baik pula.


Lucu sekali bila kuingat momen pertemuan itu. Semua cara dan pembawaanmu yang tidak jauh berbeda seperti saat di telepon atau pesan singkat. Sejam, dua jam hingga aku tersadar matahari pun sudah mulai akan berpamitan kepada dunia. Kebersamaanku denganmu pun harus disudahi. Apakah aku mulai nyaman berada deketmu? Sampai sanggup berlama-lama dan tak sadar akan waktu. Atau mungkin waktu yang terlalu berjalan sangat cepat? Sampai-sampai aku tak sempat merasakan detiknya.


Baru saja kuberdiri untuk berpamitan, tiba-tiba tanganku menyambar tanganku dan mata kita sudah bertatapan tajam satu sama lain. Lalu dengan nada suara yang serius kamu mulai berkata, “Dari awal kita berkenalan dengan ketidaksopananku dan di sana ada proses aku mengenalmu aku merasakan hal yang berbeda yang aku sendiri sulit untuk menjelaskannya, entah apa itu, saat ini mungkin adalah waktu yang tepat bahwaku benar-benar sayang kamu dan aku mau jadi lelakimu untuk menjalani hubungan yang lebih serius. Kamu mau terima aku?”. Layaknya seseorang yang sedang ditantang untuk menaiki bungy jumping. Jantung kamu terpacu kencang mulai dari saat menaiki kereta (lift) menuju ke atas untuk sampai di tempat yang tingginya hampir 200 meter dari tanah dan petualangan tidak berhenti di situ. Setelah sampai di atas kamu akan di ikat kakinya dengan pegas berukuran besar dan lompatlah kamu. Itulah yang dapat aku gambarkan ketika menerima ucapannya. Ucapan yang tidak pernah ada dalam pikiranku bahkan tidak pernah kuprediksikan sebelumnya. Dan aku hanya meresponya, “Beri aku waktu untuk menjawab. Aku janji secepatnya aku akan kabari kamu.” Kemudian kamu pun mengantar dan menungguiku sampai naik angkutan umum dengan nomor yang sama yang membawaku ke tempatmu tadi.


Dua hari, iya, dua hari cukup bagiku untuk memastikan tentang perasaanku padamu. Aku semangat sekali hari itu. Dan kamu pun tak henti-hentinya menjalan komunikasi yang lebih intens lagi dari sebelumnya, mulai dari kemarin lusa pada saat di jalan menuju rumah hingga sampai di rumah. Serta seharian lalu. Menyenangkan rasanya. Aku meminta kamu untuk dating ke rumahku. Rumahku yang letaknya di Tangerang dekat dengan Sekolah Tinggi Adminitrasi Negara; rumahku yang ditinggali orang-orang tersayang dan mungkin saja kamu akan menjadi bagian dari orang-orang tersayang itu. Itu cuma kemungkinan kecil saja. Mendekati waktu isya, kamu sudah sampai dirumahku; bertamu. Aku sudah bisa mengetahui apa yang kamu rasakan saat itu. Persis seperti saat aku pertama kali dating ketempatmu. Luar biasa deg-degan bukan?


Satu persatu kuperkenalkan anggota keluargaku. Sehauh yang kulihat tanggapan mereka positif mengenaimu. Sejauh itu pula aku melihat bentuk mukamu yang gelisah dan tak sabar untuk tahu tentang jawabanku atas pertanyaanmu kemarin lusa. Waktu bertamu pun usai. Kamu makin kelihatan putus asa dan tak bersemangat. Pembicaraan seperti terpaksa. Di penghujung malam itu aku sembari menemanimu yang pamit pulang kuantar hingga depan pagar rumah. Dan sebelum kamu mengucapkan sesuatu, yang mungkin ucapan untuk berpamitan pulang, aku secara reflex menggapai tanganmu seperti yang kamu lakukan dulu, lalu.. “Aku mau kamu menjadi lelakiku. Aku mau kit apunya hubungan yang serius. Hanya aku dan kamu.”. Kamu tahu? Rona wajahmu langsung berubah mirip orang yang mendapatkan hadiah lotere dengan kesetiaan menunggu yang luar biasa. Tidak dapat dipungkiri bahwaku juga merasakan hal yang sama. Lalu dengan rasa sayang dan lembut kecupan bibirmu sudah ada di keningku. Dan malam itu akan menjadi malam yang bersejarah yang selalu akan kita ingat ditemani dengan cerahnya bulan dan bintang serta sebuah saksi bisu yaitu pagar rumahku. Keyakinan akan tertidur lelap dan bermimpi tentang kita sudah dapat dipastikan akan terjadi.


Hari demi hari. Bulan demi bulan. Tak terasa sudah hamper dua tahun kita menjalani hubungan ini. Tahun pertama di hari jadi kita, kamu menghadiahi aku sebuah kamera digital dan foto kita saat kencan pertama di sebuah restoran yang secara diam-diam entah siapa yang mengambil gambar itu. Tahun kedua kamu memberikan kejutan lain, kamu memberikan sepasang cicin yang di dalam lingkarannya terdapat inisial aku dan kamu. Dengan tulus kamu mengatakan bahwa ingin mempunyai hubungan ke tahap selanjutnya yang lebih serius. Kamu selalu punya cara meberikan kejutan-kejutan dalam hubungan ini. Kespontanitasan kamu yang membuatku menilai bahwa ku tak pernah salah menerimamu sebagai lelakiku saat itu.


Kedekatanmu dengan keluargaku semakin membulatkan keyakinanku bahwa kamulah orangnya. Kamu yang tanpa kuketahui ternyata punya keahlian memasak ketika kumain ke kostanmu. Itu membuatku terkejut. Kamu yang tiba-tiba dating ke tempat perkuliahanku hanya untuk makan siang bersama-sama. Itu membuatku terkejut. Kamu yang ketika itu mengetahui aku kurang sehat dengan rela menemani dan setia merawatku meskipun aku pasti akan sehat lagi. Itu membuatku terkejut. Kamu yang ternyata juga banyak kesamaan dalam hal musik, tontonan dan tak pernah mengeluh ketika ku ajak belanja-belanja. Sampai-sampai kita punya lagu untuk kita. Segalanya tetap membuatku terkejut.


Luar bisanya kesabaran yang kamu punya dalam menanganiku adalah hal terbesar mengapa aku di sini bersamamu; mengapa hubungan ini tetap bertahan. Ada kamu, aku ada. Mirip salah satu judul film Indonesia. Tapi memang benar adanya. Aku mungkin bukan siapa-siapa tanpa kamu; aku mungkin tidak akan menemukan jati diri tanpa kamu.


Banyak hal sudah kita lalui selama dua tahun hubungan yang kita jalin. Sekarang memasuki tahun ketiga aku masih tak punya ide apa yang kamu lakukan di hari jadi kita nanti. Impianku hanya satu dan tidak terlalu muluk. Aku ingin kamu terus ada disampingku dan terus menjadi lelakiku yang apa adanya kukenal awal lalu. Dan semoga hubungan yang kita jalin ini selalu dberkahi. Itu saja tidak lebih.


Terlalu banyak makna cinta dari tokoh-tokoh terkenal atau bahkan orang-orang awa, dengan versinya masing-masing. Sedangkan aku sendiri punya makna tentang cinta dari dulu hingga sekarang. Cinta adalah ‘saling’. Makna yang menggantung dan plural. Makna yang aku berikan pada cinta tidak melulu tentang hal-hal positif. ‘Saling’ disini adalah saling mengerti, slaing dukung, saling menghargai, saling percaya, saling sayang, saling melindungi, saling kecewa, saling berbohong, slaing menyakiti dan masih banyak lagi lainnya. Terlepas dari itu semua, aku hanya inginkan kamu di hidupku dan terus mengajariku tentang banyak hal.


DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2011/11/cerpen-romantis-hadirmu-adalah.html#ixzz1rArOHFkK

SURAT DALAM HUJAN
Cerpen Rohyati Sofyan Dimuat di Suara Karya 11/16/2008

HUJAN. Selalu demikian di bulan Nopember ini. Hujan benar-benar mewarnai hari. Sore. Ya, pukul empat lebih, hujan seperti pantulan manik-manik kaca menderas seketika dengan anggunnya. Aku menyesal, sumur di luar pasti akan keruh lagi airnya, mestinya diberi atap nanti. Hujan. Aku duduk di sini, dekat jendela kaca memerhatikan curahan air yang mengguyur serentak dari udara. Seperti apakah bunyinya? Di atas atap, di dedaunan, di tanah becek, bahkan di kolam ikan yang berderet nun di luar? Aku tak tahu. Sunyi. Kecuali gelegar petir yang menghantam bumi. Ya, hanya itu yang kurasakan. Aku ingat kamu. Aku suka hujan, aku suka suasananya yang begitu kontemplatif. Kurasakan ekstase tertentu jika hujan. Memberiku inspirasi untuk menulis puisi. Bahkan juga menulis surat untukmu dalam suasana hujan kupikir cukup romantis, meski isinya terkadang bernada humor yang ironis. Aku rindu suratmu. Yang selalu hangat dan menggembirakan, simpel dan terkadang menggetarkan. Namun mungkin kamu sudah kecewa dengan kenyataan yang kuungkapkan dalam suratku yang barusan kukirimkan. 

Mungkin kamu kebingungan dan terpaksa bertanya pada orang yang kebetulan pernah bertemu denganku, entah Mas Herwan FR atau Agus Kresna, meski ada yang merasa tak berhak untuk mengatakan apa-apa karena aku sudah memintanya agar jangan dulu mengabarkan kehadiranku pada orang-orang untuk suatu alasan. Dan rentetan kemungkinan lainnya mengendap dalam benakku. Namun aku harap kamu benar-benar cukup dewasa untuk menerima realita dalam hidup yang penuh ketakterdugaan. Aku kesepian. Apa yang kulakukan. 

Duduk di kursi sembari mengangkat kaki, dan di rumah hanya ada aku sendiri. Aku membayangkan kamu. Sosok yang tak pernah kutemui. Hanya foto yang kamu kirimkan melengkapi imajinasi: seorang lelaki gondrong yang menarik, dan merasa dirinya secara psikologis sudah dewasa dalam usia 23 tahun. Heran, di luar belasan burung entah apa namanya berseliweran dalam guyuran hujan begini, apa yang mereka cari? Barangkali kamu lebih tahu ekologi dan mau berteori? Aku kedinginan. Aliran listrik padam. Barangkali segelas teh manis panas bisa menghangatkan tubuhku. 

Apakah di Bandung saat ini sedang hujan juga, dan kamu tengah bagaimana? Mengisap A Mild ditemani secangkir kopi panas? Menulis puisi, cerpen, esai, surat, atau tugas mata kuliah? Di kampus, di rumah, atau di suatu tempat entah? Membaca diktat, buku tertentu, karya sastra, atau komik? Di depan monitor komputer, mengobrol, atau nonton TV? Mendengarkan The Doors atau Ebiet G. Ade? Tidur atau makan? Salat Asar atau menggigil kehujanan? Atau mengguyur badan di kamar mandi? Atau tak melakukan apa-apa sama sekali? Cuma Tuhan yang tahu. Relasi yang aneh, katamu, karena lewat surat. Lalu kamu menyuruhku belajar internet biar bisa bikin e-mail dan tak perlu ke perpustakaan konvensional. Dan kamu janji akan mengajariku jika nanti bertemu. Bertemu. Aku juga ingin bertemu kamu. Namun untuk apa? Adakah makna dari pertemuan itu? Kubayangkan kamu sebagai Indra, temanku, yang membagi dunia lewat tangannya. Namun apa kamu bisa bahasa isyarat sederhana cara abjad? Kamu kecewa karena aku tuli? Apakah dalam surat pertamaku aku harus memberitahu siapa diriku secara mendetail? Aku telah mengambil risiko. Begitu pun kamu. Risiko untuk merelasi diri dan berinteraksi dengan orang asing. 

Sebuah silaturahmi yang kumulai, haruskah berakhir sia-sia? Aku berusaha menerima diriku sebagaimana adanya dan menjadi orang biasa, meski aku tahu orang-orang di sekitarku kecewa. Keluarga, teman-teman, sahabat dekat, sampai siapa saja yang memang merasa harus kecewa. Bertahun-tahun, ada belasan tahun mungkin, sejak usiaku 16 tahun sampai 25 tahun, kujalani hari dengan sunyi, sebuah dunia tanpa bunyi-bunyi. Bisakah kamu bayangkan? Ah, aku tak akan bisa mendengar permainan harmonikamu, lalu membandingkannya dengan permainan harmonika abangku. Atau denting gitarmu dengan Eric Clapton. Atau bagaimana suatu melodi tercipta dari puisi. 

Aku juga tak akan tahu warna suaramu saat memusikalisasikan puisi, berdeklamasi, menyanyi, tadarus, berperan dalam lakon teater, atau bicara biasa saja. Kamu masih ingat, dalam salah satu suratmu, kamu menulis: Setting: Kamar, 141000 - 21.20 WIB, Dewa 19 - Terbaik-terbaik. Gurun yang baik. Barangkali sekaranglah saatnya! Lalu kamu membiarkan selembar halaman kertas itu kosong. Aku mengerti artinya, kamu ingin aku memutar lagu tersebut, dan membiarkan Terbaik-terbaik bicara. Sesuatu yang tengah menggambarkan suasana hatimu saat itu? Sayang, aku tak bisa melakukannya. Kata teman-teman, lagu itu tentang cinta dan persahabatan. Kurasa aku harus bertanya pada Rie, Indra, atau Nana; apa ada yang punya teksnya? Ironis, bukan? Tampaknya kamu senang menulis dengan diiringi musik. Aku iri padamu. Karena aku ingin tahu juga seperti apa indahnya musik klasik itu, entah Mozart yang kata Indra melankolis; atau Chopin di masa silam, gumam Cecep Syamsul Hari dalam puisi Meja Kayu yang kembali muram-surealis, menulis lagu pedih tentang hujan2; atau tahu di mana letak jeniusnya Beethoven yang mencipta komposisi meski tuli; dan bisa mengerti mengapa ayahku sangat menyukai musik klasik selain country. Aku rindu bunyi gamelan, dan ingin kembali belajar menari. Entah jaipong Jugala, tari klasik Jawa, atau mungkin sendratari seperti yang sering kusaksikan di TVRI waktu kecil dulu. Aku ingin berperan sebagai Drupadi atau Srikandi, perpaduan antara kelembutan dan keperkasaan. Kamu lebih suka karakter Bima? Aku suka karakter Yudistira, ia satu-satunya yang (hampir) berhasil mencapai puncak Mahameru sementara saudara-saudaranya satu per satu berguguran. Kamu tahu artinya, kan? Aku lupa penggalan kisah ini dari komik wayang R.A. Kosasih atau majalah Ananda -- yang pernah kita baca waktu kanak-kanak dulu, meski mungkin dalam dimensi yang berbeda. Sudahlah, setidaknya aku bisa tahu minatmu, dan kamu tahu minatku. 

Aku tak tahu banyak tentang musik, padahal kamu pasti asyik sendiri dengan The Corrs, Dewa, Kubik, Jim Morrison, bahkan juga Jimi Hendrix. Mengapa sih dalam cerpenmu yang barusan dimuat koran, kamu menulis soal Jimi Hendrix dan Jim Morrison? Itu mengingatkanku pada Abuy teman SMU-ku yang sangat mengidolakan mereka dan senang cerita soal itu padaku, seolah merekalah yang bisa meluapkan kegelisahan terpendamnya yang liar menuju muara kebebasan. Lucu, adakah orang tuli yang begitu besar rasa ingin tahunya tentang sesuatu yang tak mungkin bisa dirasakan. Katakan aku aneh. Aku memang orang aneh. Namun aku juga berharap bisa tahu lebih banyak tentang Iqbal, Rumi, Camus, Dylan, Gibran, Cummings, Malna, sampai Rendra. Ya, itu jika kita bertemu. Mungkinkah itu? Tempias hujan tidak deras lagi, namun kesedihan itu masih menghantam ruang terdalam. Aku butuh kawan. Kamukah orangnya? Tidak, kamu mungkin sudah berharap agar aku jadi seseorang yang ke lima setelah kamu kecewa dengan sekian perempuan yang masuk dalam hidupmu, meski itu terlalu dini karena kita baru tiga kali saling menyurati. Semudah itukah hatimu terpaut, atau kamu cuma ingin mengujiku? Tidak. Aku tak berharap apa-apa darimu. Aku hanya ingin jadi kawanmu. Kawan biasa. Bukan pacar. Meski aku juga ingin punya pacar, sebagaimana perempuan kebanyakan. Seseorang yang membuatku jatuh cinta sungguhan. Seseorang yang mencintaiku apa adanya. Seseorang di mana bisa berbagi dunia. Naifkah? Hujan. Aku kembali memandang ke luar jendela kaca. 

Di sana gunung begitu dekat dengan latar pepohonan seperti hamparan permadani hijau kebiruan, dan kabut yang mengental; terasa beku dalam pelukan kegaiban-Nya. Ya Tuhan, barusan kulihat kilatan petir membelah langit desa di sebelah utara. Subhanallah, indah sekali bentuknya; kilatan warna perak yang abstrak dengan latar kelabu. Aku membayangkan bagaimana seandainya jika petir tiba-tiba menghajarku. Sudahlah, mungkin lebih baik aku membayangkan diriku sebagai Walter Spies atau Alain Compost; akan kuabadikan keindahan panorama hujan. Tidak. Aku bukan mereka. Aku cuma punya kata-kata. Bukan kuas atau kamera. Namun kata-kata yang berhamburan dari mulutku pasti tak akan kamu mengerti sepenuhnya jika kita berbicara. Kamu akan membutuhkan waktu untuk mengenali warna suaraku yang kacau intonasinya, seperti teman-teman dekatku. Mungkin cukup lama. Apakah kita akan bertemu dan bicara seolah kawan lama dengan akrabnya? Atau kaku lalu merasa sia-sia? Aku bukan May Ziadah, Elizabeth Whitcomb, Mabel Hubbard-Graham Bell, Marlee Matlin, atau Jane Mawar.


DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2011/11/cerpen-romantis-surat-dalam-hujan.html#ixzz1rAkhZp9E

KUTU BUKU MENEMUKAN CINTA
Cerpen Nararya Wahyu A

Di hari senin pagi yang cerah, dengan semua keindahan yang ada di bumi. Di pagi itu semua orang bergegas menuju tempat tujuan untuk melakukan aktifitasnya setelah weekand, tidak terkecuali Saya yang bergegas menuju ke sekolahan. Nama saya Dion dan saya adalah seorang murid kelas 2 di sebuah SMA negeri di kota sebuah kecil. Saya bisa di bilang orang yang biasa dan tidak memiliki kelebiahan tertentu, bahkan Saya sering dikatakan culun oleh teman-tema saya. Ya, dengan kacamata yang selalu menghiasi mata Saya dan Saya selalu memakai pin bergambarkan stars wars yang saya tempelkan di baju saya memang terlihat seperti kutu buku.


Teman-teman satu sekolah sering memangil Saya dengan nama Dorky yang di ambil dari kata Dork yang artinya culun. Tapi aku tidak peduli dengan semua cacian, hinaan dan ejekan yang di layangkan kepadaku, karna aku senang menjadi diriku sendiri dan aku percaya semua yang aku alami ini pasti akan berbuah manis pada waktunya.


Hari-hari Saya selama di bangku SMA memanglah berat setiap harinya aku sebagai bahan ledekan teman-teman. Terkadang saya heran mengapa banyak orang mengatakan masa-masa SMA itu masa yang paling bahagia di hidup mereka, mungkin itu tidaklah berlaku terhadap ku, bagiku masa-masa SMA yang aku alami sekarang begitu menyedihkan. Ya, walaupun menyedihkan aku tapi aku semangat dalam menjalani masa-masa high School ini.

Seperti diriku ini yang culun perjalanan cintaku pun juga begitu sangat menyedihkan, sampai sekarang belum pernah sekalipun aku pacaran, bahkan ngobrol sama perempuanpun aku jarang. Bukan karna aku Homo tapi memang aku tidak tertarik saja dengan yang namanya pacaran. Tapi itu semua berubah ketika aku melihat gadis yang sangatlah cantik. Dengan rambut yang terurai panjang, wajah putih berseri dan lesung pipi yang menambah kecantikannya. Gadis itu bernama Revi, seorang gadis yang di tahun ajaran baru ini pindah ke SMA ku dan dia satu kelas denganku. Aku benar-benar jatuh cinta di pandangan pertama dengan dia. Tapi mungin cinta ini begitu sangat sulit, diriku yang culun ini tidaklah pantas untuk gadis seperti dia. Aku pun hanya menjadi pengagum dia dan mengagumi dia dari jauh.


Perjalanan cinta ini bermula di tahun ajaran baru dan aku mulai masuk di kelas baruku tepatnya di kelas 2 B IPA, di saat bel masuk, wali kelas baru pun masuk kelas dan di ikuti seorang gadis yang begitu cantik. Kemudian wali kelas ku mengenalkan kepada kita kalau kita menapatkan teman baru yang baru pindah dari Luar Kota. Dan wali kelas kami menyuruh dia mengenalkan diri kepada kami semua. Dengan nada yang lembut dia mengenalkan diri dengan berkata “selamat pagi teman semua, perkenalkan nama saya Revi Aprilia, saya baru pindah dari Luar Kota, salam kenal dan saya minta bantuan untuk teman semua”. Ya dengan wajah yang cantik teman satu kelas pun juga sangat antusias dengan perkenalan diri Revi.


Berbeda dengan aku yang begitu sulit bergaul dengan teman-teman semua, Revi sangatlah mudah mendapat teman, bahkan dalam waktu semingu setelah masuk di SMA ku dia sudah menjadi orang yang sangat popular di sekolah. Bahkan banyak cowok yang mendekati dia untuk meminta Revi menjadi pacar mereka. Ya begitu sesak dadaku saat Revi di dekati banyak cowok dan hanya aku sendiri yang tidak berani mendekati Revi. Mungkin dari sekian banyak cowok yang serius berusaha mendekati Revi hanya si Andre yang nota bene merupakan cowok idaman semua wanita di sekolahanku yang benar-benar ingin mendapatkan cintanya Revi. Andre adalah cowok yang paling popular sepanang sejarah di SMA ku, tapi dia juga seorang Play boy kelas kakap, hampir semua perempuan di SMA ku di pacari sama dia, tapi yang membuat ku heran mengapa masih banyak perempuan yang mengidolakan dia.


Semaki berjalannya waktu usaha Andre akhirnya berhasil, dia berhasil menaklukan hati Revi. Begtu hancur hatiku mendengar kabar ini. Penyesalan dan rasa sedih bercampur menjadi satu. Yang paling membuat hatiku berat adalah mengapa Revi lebih memilih Andre dari sekian cowok yang berusaha mendekatinya. Dan aku sangat takut kalau Revi di sakiti oleh Andre, ingin sekali aku memberi tahu Revi soal sifat Andre yang suka mempermainkan wanita. Tapi mungkin sangatlah tidak etis kalau aku menceritakan keburukan Andre kepada Revi, dan aku hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan mereka dan aku berharp Andre bisa berubah etelah bersama Revi.


Sudah empat bulan setelah kepindahan Revi di SMA ku dan selama ini belum sekalipun aku berani mengajak ngobrol Revi, aku hanya bisa mencuri pandang dan mengagumi Revi dari jauh. Kejadian yang sangat berkesan bagiku hanyalah di saat aku mencuri pandang ke Revi, kemudian Revi balik melihatku dan tersenyum kepadaku. Sangatlah hal yang tidak terlupakan di hidupku, senyuman yang sangat manis itu selalu terbayang-bayang di pikiranku. Dan aku selalu berfikir apakah dia sebenarnya tahu kalau setiap hari aku selalu memandangnya, kalaupun dia tahu aku sangat senang dan sedikit lega, dan semoga dia bisa tahu kalau aku sangat mencintai dia, walaupun aku pasrah dengan keadaan ini, aku tahu kalau cinta memang tak harus memiliki.


Tapi harapanku untuk melihat Revi bahagia sepertinya sulit terwujut, setelah beberapa bulan terakhir Revi dan Andre sering bertengkar, bahkan aku pernah melihat Andre jalan sama perempuan lain. Bahkan di suatu hari setelah pulang sekolah aku melihat mereka bertengkar kemudia Andre hampir menampar pipi Revi tapi tangan andre aku tangkis, dan dengan sepontan aku berkata “jangan kasar sama cewek dong”, kemudin Andre menjawab “kenepa lo, dasar culun gangu hubungan orang saja” kemudian Revi berlari sambil menangis.


Di suatu hari yang di hiasi awan yang gelap dengan rintikan hujan yang membasahi bumi, aku melihat Revi duduk sendiri, dengan pipi yang di basahi air mata. Degan segenap keberanian aku menghampiri Revi, setelah aku sampai di samping Revi, sungguh sangat megejutkan tiba-tiba dia berkata “hai Dorky” kemudian dia tersenyum tetapi senyuman itu tidak lah seindah saat aku melihat senyuman nya yang dulu. Akupun bertanya kepada dia, “mengapa kamu menangis??”, kemudian dia menjawab, “baru kali ini ya kita berbincang bahkan baru kali ini kita bisa duduk sedekat ini”. “Apa kamu di sakiti sama Andre?” sahut ku, kemudian dia berbalik bertanya kepadaku, mengapa kamu dulu tidak mendekati aku seperti orang-orang yang lain, aku tahu kamu juga memiliki perasaan terhadapku bahkan aku yakin melebihi orang-orang yang lain” dan aku menjawab “aku menyadari semua kekuranganku, aku sadar aku tidak pantas buat kamu” , “tau kah kamu seandainya kamu dulu berani mendeati aku, mungkin aku akan memilih kamu, aku juga punya rasa yang sama dengan mu, kalau itu terjadi aku tidak akan pernah merasakan rasa sakit ini” jawab dia sambil melihat kemataku, aku terkejut dengan ucapan dia yang begitu jauh dari perkiraanku sejak awal, kmudian aku menjwab “ aku benar-benar minta maaf Revi, kalau aku engkau beri kesempatan memulai lagi dari awal, apakah kamu mau menjadi pacar ku dan melupakan semua yang terjadi kmarin?” setelah mendengar perkataan ku kemudian dia menggengam erat tangan ku dan ber kata iya, tolong buat aku bahagia ya Dion.


Keesokan harinya aku sangat tidak sabar untuk berangkat sekolah dan bertemu dengan Revi, aku benar-benar sangat bahagia di hari itu. Sesampainya di sekolah, aku masuk ke dalam kelas dan aku melihat seorang gadis dengan kacamata dan rambut yang di ikat menjadi dua tersenyum kepadaku. Aku sangat kaget dan berasa mengenal gadis itu. Aku berfikir apakah ini Revi yang kemarin menerima ku menjadi pacarnya. Begitu sangat berbeda sekali Revi yang dulu dengan Revi yang sekarang. Kemudian aku menghampirinya dan bertanya, “kamu sangat berbeda sekali hari ini”, “kenapa?, apa kamu tidak suka?” jawab Revi. "Aku hanya tersenyum melihat tampilan dirinya kali ini. “kamu luar biasa dengan penampilan yang sekarang, aku tambah mencintaimu Revi” kataku, kemudian Revi berkata, “sebelum aku pindah di SMA ini, penampilnku memang seperti ini, bahkan aku juga sering di katain kutu buku sama teman-teman, aku merubah penampilanku hanya takut dan trauma tidak bisa memiliki teman-teman lagi dan setelah bertemu dengan kamu aku benar sadar kalau menjadi diri sendiri memang sangat menyenangkan”, “ayo kita lalui high School bersama” kataku.


Sudah setahun lebih kita bersama, dan begitu sangat menyenangkan, aku benar-benar merasakan bahwa masa-masa SMA tidak lah mengerian, itu tingal tergantung kita yang menjalaninya. Dan percayalah keburukan yang kita alami saat ini, suatu hari kebaikan lah yang akan mendominasi dari keburukan itu. Sekarang aku sudah lulus SMA dan skarang Aku dan Revi berencana melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi bersama.

Profil Penulis
Nama : Nararya Wahyu A
Facebook : http://www.facebook.com/MHDorks/
Blog : www.fantasianara.blogspot.com
Tentang : Saya hanyalah penulis amatir yang mencoba membuat karya


DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2012/03/cerpen-romantis-kutu-buku-menemukan.html#ixzz1rAcjp5I9